Senin, 27 Februari 2012

Menuju Green Indonesia : Gerakan Bank Sampah yuuuk!!!


BANK SAMPAH "Gemah Ripah" Badegan , Bantul, Yogyakarta
 Laporan Kuliah Lapangan,Mata Kuliah : Pengelolaan Persampahan
Oleh : Mulia Rizki Utami Lutfi/091111008/Teknik Lingkungan
Dosen Pembimbing : Dra. Yuli Pratiwi, M.Si
Pembukaan :
            Ketika berbicara masalah bank, hal terpikirkan dalam benak orang banyak adalah suatu tempat terjadinya transaksi uang, baik berupa aktivitas menabung, mentransfer, atau mengambil uang. Namun, tidak demikian halnya untuk bank yang ini. Bank ini adalah bank sampah. Bank yang bernama Bank Sampah Gemah Ripah, kini sudah diterapkan di 20 desa di Bantul, DI Yogyakarta. Bank Sampah merupakan metode edukasi pemilahan sampah terpadu bagi masyarakat. Tidak hanya mengurangi timbulan sampah di lingkungan sekitar namun masyarakat juga dapat mendapatkan manfaat secara materi dan moral dari pengelolaan sampah tersebut.
Sejarah :
            Bank Sampah “Gemah Ripah” (Gerakan Memilah dan Me- reuse Sampah) ini lahir dari ide seorang dosen di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan di Yogyakarta bernama Bambang Suwerda. Keaktifannya mengajar sebagai dosen tak membuat Bambang terjebak rutinitas. Ketika ide itu muncul, langsung dia berusaha mewujudkannya. Sebagai dosen kuliah kesehatan masyarakat, dia menginginkan masyarakat di sekitar rumahnya hidup sehat. Begitu demam berdarah dengue (DBD) menyerang kampungnya, Bambang resah. Dia lantas menggagas pembentukan bengkel kesehatan lingkungan.
            Dalam benak Bambang, dengan membentuk bengkel kesehatan lingkungan, ia bisa mengajak warga untuk lebih peduli pada kebersihan lingkungan. Dengan kepedulian itu, kasus DBD otomatis akan turun jumlahnya. Bambang memulai dari hal sederhana, yakni membuang sampah, seperti kaleng bekas, pada tempatnya agar tidak menampung air. Masyarakat diajak untuk mengumpulkan sampah dan memilahnya. Awalnya respons masyarakat tidak terlalu bagus karena mereka menilai sampah adalah urusan cetek yang tak perlu dibuat serius.
            Respons warga yang tidak menggembirakan itu membuat dia harus berpikir keras. Sampai suatu saat ia melihat tayangan televisi yang menceritakan aktivitas sebuah komunitas dalam membangun bank sampah. Istilah bank sampah membuat dia langsung teringat pada aktivitas perbankan. Meski latar belakang pendidikannya adalah teknik lingkungan, Bambang mencoba mengadopsi konsep bank konvensional pada bank sampah yang digagasnya.
            Setelah digagas cukup matang, momentum peringatan dua tahun gempa yang melanda Yogyakarta pada 2008 dimanfaatkan untuk meluncurkan gerakan bank sampah. Pada masa awal banyak warga yang masih bingung dengan konsep tersebut sehingga gerakan bank sampah kurang berjalan efektif. Baru sekitar sebulan kemudian, masyarakat bisa menerimanya.
Teknis :
            Bank Sampah “Gemah Ripah” , kata gemah ripah tersebut memiliki arti Gerakan Memilah dan Me-reuseSampah. Bank sampah yang beralamatkan di Badegan, Bantul , Yogyakarta ini  memiliki 2 sistem yaitu system Individual dan system komunal dalam peyetoran sampah. Para peserta bank sampah disebut nasabah. Untuk system individual setiap nasabah telah memilah- milah sendiri smapah sesuai jenisnya, kemudian datang dengan tiga kantong sampah yang berbeda. Kantong pertama berisi sampah plastik; kantong kedua adalah sampah kertas; dan kantong ketiga berisi sampah kaleng dan botol. Petugas yang diibaratkan sebagai Tellermenimbang sampah yang di setorkan oleh nasabah. Setelah ditimbang, nasabah akan mendapatkan bukti setor berupa lembar putih dari teller bank, dan petugas menyimpan lembar merah sebagai kendali. Bukti setoran itu menjadi dasar penghitungan nilai rupiah sampah yang kemudian dicatat dalam buku tabungan nasabah.
            Untuk system komunal, petugas dari bank sampah mengambil sampah-sampah yang telah terkimpul di tonk-tonk pilah di masing – masing RT. Kemudian ditimbang dan di catat dari RT mana.
            Setelah sampah yang terkumpul cukup banyak, petugas bank sampah akan menghubungi pengumpul barang bekas. Pengumpul barang bekas yang memberikan nilai ekonomi setiap kantong sampah milik nasabah. Catatan nilai rupiah itu lalu dicocokkan dengan bukti setoran, baru kemudian dibukukan.
            Harga sampah dari warga itu bervariasi, tergantung klasifikasinya. Kertas karton, misalnya, dihargai Rp 2.000 per kilogram dan kertas arsip Rp 1.500 per kg. Sedangkan plastik, botol, dan kaleng harganya disesuaikan dengan ukuran.
            Setiap nasabah memiliki karung ukuran besar yang ditempatkan di bank untuk menyimpan sampah yang mereka tabung. Setiap karung diberi nama dan nomor rekening masing-masing nasabah. Karung-karung sampah itu tersimpan di gudang bank.
            Tak jauh berbeda dengan bank konvensional umumnya, bank sampah juga menerapkan sistem bagi hasil dengan memotong 15 persen dari nilai sampah yang disetor individu nasabah. Sedangkan sampah suatu kelompok ( komunal)  dipotong 30 persen. Dana itu digunakan untuk biaya operasional bank sampah.
            Jika nasabah bank konvensional bisa mengambil dananya setiap saat, nasabah bank sampah hanya bisa menarik dana setiap tiga bulan sekali. Tujuannya agar dana yang terkumpul bisa lebih banyak sehingga uang tersebut bisa dimanfaatkan sebagai modal kerja atau keperluan yang sifatnya produktif.
”Kalau (nasabah bisa mengambil kapan saja), mereka bisa jadi konsumtif. Dana baru terkumpul Rp 20.000-Rp 30.000, mereka sudah tergiur mengambilnya. Dengan aturan sekali dalam tiga bulan, mereka bisa menarik dananya Rp 100.000-Rp 200.000, tergantung banyaknya sampah yang ditabung,” kata Bambang.
            Tak semua sampah nasabah disetorkan kepada pengumpul barang bekas. Sebagian di antaranya, seperti sampah plastik bekas pembungkus makanan dan gabus, diolah sendiri oleh bank sampah. Plastik diolah menjadi aneka produk, seperti tas, dompet, dan rompi.
Manfaat :
            Dengan pelaksanaan Bank Sampah memberikan manfaat dalam hal kesehatan, ekonomi, serta pendidikan. Antara lain menciptakan estetika dilingkungan sekitar. Selain itu pengelolaan bank sampah dan kerajinan dari sampah plastik bekas bungkus kemasan dapat meningkatkan pendapatan warga. Tidak hanya itu, dipandang dari aspek pendidikan menabung sampah secara tidak langsung dapat mendidik warga dan anak- anak untuk menjaga lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan dan hal tersebut tentunya akan menjadi budaya hidup sehat bagi masyarakat.


Harapan saya :
            Jika saja seluruh kelurahan di Yogyakarta saja bisa mememiliki kesadaran untuk menerapkan pengelolaan sampah seperti Bank Sampah “Gemah Ripah” ini, tentu TPA piyungan tidak akan menerima 350 – 400 ton sampah per hari nya.^^
Penutup :
            Demikian laporan kuliah lapangan ini saya buat untuk memenuhi tugas ke-empat mata kuliah Pengelolaan Persampahan. Saya mengucapkan Terima kasih banyak kepada Ibu Dra. Yuli Pratiwi , M.Si atas bimbingan dan ilmunya yang telah diberikan sampai akhir perkuliahan.   Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dalam laporan ini.
Sumber :
1.      Kompas
2.      Data wawancara Kuliah Lapangan , 5 Januari 2011. Narasmber : Uthie dan Nur Sahid (Petugas Bank Sampah)

3. Berbagai sumber
Data Foto :


Gambar 1. Tanya – Jawab di lokasi pengrajin plastik.

Gambar 2. Hasil Kerajinan daur-ulang plastic yang di perdagangkan.

Gambar 3. Tong Komposter di sudut desa.

Gambar 4. Foto tas besar dari bungkus kemasan minyak goreng “ Filma”.

Gambar 4. Foto mahasiswa Teknik Lingkungan IST AKPRIND di lokasi kuliah lapangan.

4 komentar:

  1. Bank Sampah ini juga sudah dilaksanakan di pinggiran jabodetabek, tambun, dan bekasi.
    Namun, belum semua kelurahan menerapkannya.
    Semoga dgn semakin banyaknya info ttg bank sampah ini, masyarakat bisa lebih menyadari keuntungan dari Bank Sampah sehingga bisa menerapkan dilingkungan masyarakatnya.

    Saya suka info di blog mba, salam kenal ^_^

    BalasHapus
  2. oya, wah sy baru tau, ntar q coba search deh Bank Sampah yang di Jabodetabek .:D
    Amiin, semoga terwujud masyarakat Indonesia yang sadar lingkungan!!!!
    Makasih mba Di, salam kenal juga.:)

    BalasHapus
  3. like ...
    semoga di seluruh indonesia segera di buat Bank Sampah seperti ini ... go green indonesia,..

    BalasHapus
  4. siip.. siip.. patut,,, d budidayakan..
    keep semngat... smg.. bumi kita hijau,, kmbli..

    BalasHapus